Senin, 27 Maret 2017

Masuknya Agama Buddha di Indonesia - 400 M

Perjalanan Agama Budha di Nusantara Agama Buddha sampai di Nusantara cukup awal dan banyak informasi mengenai hal ini kita dapatkan dari sumber-sumber Tionghoa. Fa Xien yang datang dari Sri Langka pada tahun 414, terdampar karena angin topan yang hebat ke Yeh p’o t’i (Yawadwîpa, entah ini Jawa atau Sumatra, kurang jelas), merasa agak kecewa terhadap situasi agamanya (=agama Buddha) di sana, apalagi apabila dibandingkan dengan kaum brahmana dan orang-orang ‘kafir’. Tetapi sebelum tahun 424, menurut sumber China lagi, agama Buddha tersebar di negara Shê p’o (=Jawa). Sang misionaris atau pendakwah yang menyebarkan agama ini konon adalah Gunawarman, seorang putra pangeran dari Kashmir. Ia datang ke pulau Jawa dari Sri Langka dan pada tahun 424 bertolak ke China, di mana beliau meninggal tujuh tahun kemudian. Ia menterjemahkan sebuah teks dari mazhab Dharmagupta

Pada abad ke-7, ke-8, ke-9 para penganut Buddha Indonesia, atau paling tidak beberapa pusat agama Buddha di Sumatra dan Jawa sudah merupakan bagian dari sifat kosmopolitis agama ini. Kesan ini terutama didapatkan dari karya I Ching. Dalam buku kenangannya, ia menceritakan bahwa sang peziarah Hui Ning memutuskan perjalanannya selama tiga tahun di pulau Jawa (664/5 – 667/8) untuk menterjemahkan sebuah sutra, kemungkinan besar dari mazhab Hinayana, mengenai Nirwana yang agung. Penterjemahannya dibantu seorang pakar Jawa yang bernama Jñânabhadra. Sedangkan I Ching sendiri menghargai pusat-pusat studi agama Buddha di Sumatra secara tinggi. Hal ini terbukti dari fakta bahwa ia tinggal selama enam bulan di Sriwijaya dan dua bulan di Malayu (Jambi) dalam perjalanannya ke India pada tahun 671 dan setelah itu selama sepuluh tahun di Sriwijaya (685-695). Selain itu ia juga meringkaskan bahwa agama Buddha dipeluk di negeri-negeri yang dikunjunginya dan sebagian besar, mazhab Hinayanalah yang dianut, kecuali di Malayu di mana ada pula beberapa penganut Mahayana.

Peninggalan Candi - candi dan Arca Patung
Budha

Di Jawa berdiri juga kerajaan Buddha yaitu Kerajaan Syailendra, tepatnya di Jawa Tengah sekarang, meskipun tidak sebesar Kerajaan Sriwijaya. Kerajaan ini berdiri pada tahum 775-850, dan meninggalkan peninggalan berupa beberapa candi-candi Buddha yang masih berdiri hingga sekarang antara lain Candi Borobudur, Candi Mendut dan Candi Pawon. Setelah itu pada tahun 1292 hingga 1478, berdiri Kerajaan Majapahit yang merupakan kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang ada di Indonesia.

Kerajaan Majapahit mencapai masa kejayaannya ketika dipimpin oleh Hayam Wuruk dan Maha Patihnya, Gajah Mada. Namun karena terjadi perpecahan internal dan juga tidak adanya penguasa pengganti yang menyamai kejayaan Hayam Wuruk dan Gajah Mada, maka Kerajaan Majapahit mulai mengalami kemunduran. Setelah keruntuhan kerajaan Majapahit, maka kerajaan Hindu-Buddha mulai tergeser oleh kerajaan-kerajaan Islam.

Kerajaan Majapahit

Majapahit adalah sebuah kerajaan kuno di Indonesia yang pernah berdiri dari sekitar tahun 1293 hingga 1500 M. Kerajaan ini mencapai puncak kejayaan pada masa kekuasaan Hayam Wuruk yang berkuasa dari tahun 1350 hingga 1389. Kerajaan Majapahit adalah kerajaan Hindu-Buddha terakhir yang menguasai Semenanjung Malaya dan dianggap sebagai salah satu dari negara terbesar dalam sejarah Indonesia.

Majapahit banyak meninggalkan tempat-tempat suci, sisa-sisa sarana ritual keagamaan masa itu. Bangunan-bangunan suci ini dikenal dengan nama candi, pemandian suci (pertirtan) dan gua-gua pertapaan. Bangunan-bangunan survei ini kebanyakan bersifat agama Siwa, dan sedikit yang bersifat agama Buddha, antara lain Candi Jago, Bhayalangu, Sanggrahan, dan Jabung yang dapat diketahui dari ciri-ciri arsitektural, arca-arca yang ditinggalkan, relief candi, dan data tekstual, misalnya Kakawin Nagarakretagama, Arjunawijaya, Sutasoma, dan sedikit berita prasasti.

Berdasarkan sumber tertulis, raja-raja Majapahit pada umumnya beragama Siwa dari aliran Siwasiddhanta kecuali Tribuwanattungadewi (ibunda Hayam Wuruk) yang beragama Buddha Mahayana. Walau begitu agama Siwa dan agama Buddha tetap menjadi agama resmi kerajaan hingga akhir tahun 1447. Pejabat resmi keagamaan pada masa pemerintahan Raden Wijaya(Kertarajasa) ada dua pejabat tinggi Siwa dan Buddha, yaitu Dharmadyaksa ring Kasiwan dan Dharmadyaksa ring Kasogatan, kemudian lima pejabat Siwa di bawahnya yang disebut Dharmapapati atau Dharmadihikarana.

Pada zaman majapahit ada dua buku yang menguraikan ajaran Buddhisme Mahayana yaitu Sanghyang Kamahayanan Mantrayana yang berisi mengenai ajaran yang ditujukan kepada bhiksu yang sedang ditahbiskan, dan Sanghyang Kamahayanikan yang berisi mengenai kumpulan pengajaran bagaimana orang dapat mencapai pelepasan. Pokok ajaran dalam Sanghyang Kamahayanikan adalah menunjukan bahwa bentuk yang bermacam-macam dari bentuk pelepasan pada dasarnya adalah sama. Nampaknya, sikap sinkretisme dari penulis Sanghyang Kamahayanikan tercermin dari pengidentifikasian Siwa dengan Buddha dan menyebutnya sebagai "Siwa-Buddha", bukan lagi Siwa atau Buddha, tetapi Siwa-Buddha sebagai satu kesadaran tertinggi.



Pada zaman Majapahit (1292-1478), sinkretisme sudah mencapai puncaknya. Sepertinya aliran Hindu-Siwa , Hindu-Wisnu dan Agama Buddha dapat hidup bersamaan. Ketiganya dipandang sebagai bentuk yang bermacam-macam dari suatu kebenaran yang sama. Siwa dan Wisnu dipandang sama nilainya dan mereka digambarkan sebagai "Harihara" yaitu rupang (arca) setengah Siwa setengah Wisnu. Siwa dan Buddha dipandang sama.

Di dalam kitab kakawin Arjunawijaya karya Mpu Tantular misalnya diceritakan bahwa ketika Arjunawijaya memasuki candi Buddha, para pandhita menerangkan bahwa para Jina dari penjuru alam yang digambarkan pada patung-patung itu adalah sama saja dengan penjelmaan Siwa. Vairocana sama dengan Sadasiwa yang menduduki posisi tengah. Aksobya sama dengan Rudra yang menduduki posisi timur. 

Ratnasambhava sama dengan Brahma yang menduduki posisi selatan, Amitabha sama dengan Mahadewa yang menduduki posisi barat dan Amogasiddhi sama dengan Wisnu yang menduduki posisi utara. Oleh karena itu para bhikkhu tersebut mengatakan tidak ada perbedaan antara Agama Buddha dengan Siwa . Dalam kitab Kunjarakarna disebutkan bahwa tiada seorang pun, baik pengikut Siwa maupun Buddha yang bisa mendapat kelepasan jika ia memisahkan yang sebenarnya satu, yaitu Siwa-Buddha.

Pembaruan agama Siwa-Buddha pada zaman Majapahit, antara lain, terlihat pada cara mendharmakan raja dan keluarganya yang wafat pada dua candi yang berbeda sifat keagamaannya. Hal ini dapat dilihat pada raja pertama Majapahit, yaitu Kertarajasa, yang didharmakan di Candi Sumberjati (Simping) sebagai wujud Siwa (Siwawimbha) dan di Antahpura sebagai Buddha; atau raja kedua Majapahit, yaitu Raja Jayabaya yang didharmakan di Shila Ptak (red. Sila Petak) sebagai Wisnu dan di Sukhalila sebagai Buddha. Hal ini memperlihatkan bahwa kepercayaan di mana Kenyataan Tertinggi dalam agama Siwa maupun Buddha tidak berbeda.

Meskipun Buddhisme dan Hinduisme telah menyebar di Jawa Timur, nampaknya kepercayaan leluhur masih memerankan peranannya dalam kehidupan masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan struktur candi yang di dalamnya terdapat tempat pemujaan nenek moyang, yang berwujud batu megalit, yang ditempatkan di teras tertinggi dari tempat suci itu.

Setelah Kerajaan Majapahit mengalami kemunduran pada masa akhir pemerintahan Raja Brawijaya V (1468-1478) dan runtuh pada tahun 1478, maka berangsur-angsur Agama Buddha dan Hindu digeser kedudukannya oleh agama Islam.

Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Agama_Buddha_di_Indonesia

Gambar Display di atas adalah : Patung Arca Budha kuno dengan benda pusaka berupa senjata yang ada di pangkuannya (Original), ditemukan di wilayah Kerajaan Mojopahit dengan investasi harga 10 M Only, 

Hub. 0818315360

 






Sabtu, 25 Oktober 2014

LEGENDA & KEUNIKAN KERIS PUSAKA

Keris adalah senjata tikam pendek yang berujung runcing dan tajam pada kedua sisinya,bentuknya  memiliki keunikan tersendiri sehingga mudah dibedakan dengan senjata tajam yang lain. Kekhasan dari keris adalah bentuknya yang  tidak simetris di bagian pangkal yang melebar,bilahnya berkelok-kelok, dan banyak di antaranya memiliki pamor/hiasan (damascene), yang terlihat serat-serat lapisan logam cerah pada helai bilah. Keris telah digunakan selama lebih dari 600 tahun oleh bangsa-bangsa Melayu seperti Malaysya, Filipina Selatan (Mindanau), Thailand Selatan, Brunei darusalam dan Indonesia. 

NEW FGM COLLECTION
Fungsi Keris

Masyarakat Melayu tradisional beranggapan bahwa keris bukan hanya senjata yang berfungsi untuk mempertahankan diri tapi juga lambang kedaulatan orang melayu. Keris juga dianggap sebagai senjata tajam yang dipercaya memiliki kekuatan magis sehingga masyarakat melayu tradisonal melakukan riual-ritual khusus untuk menjaga keris seperti mengasapkan keris di malam Jumat atau ritual mengasamlimaukan keris sebagai cara untuk menjaga logam keris dan menambah bisa nya.

Di Indonesia, keris merupakan salah satu budaya yang masih bertahan, bahkan keris telah diakui menjadi warisan budaya dunia milik Indonesia oleh UNESCO. Sampai saat ini keris masih digunakan dalam berbagai ritual kebudayaan di berbagai daerah di
Indonesia.misalnya saja di daerah yang berpenduduk Suku Jawa, keris biasa digunakan sebagai pelengkap busana pernikahan untuk pengantin pria. Hal ini terjadi karena keris dianggap sebagai lambang pusaka dan simbol kejantanan pria. Selain itu, keris juga dianggap memilki fungsi spiritual, ini terbukti  dalam upacara peringatan satu sura di keraton Yogyakarta, ada ritual mengkirabkan senjata tajam seperti tombak pusaka, pisau besar (bendho), termasuk juga keris. Dalam upacara ini senjata unggulan keraton diarak mengelilingi keraton sambil memusatkan pikiran dan perasaan untuk memuji dan memohon kepada pencipta semesta alam, agar diberikan kesejahteraan,kebahagiaan dan perlindungan. 
 
Sejarah Keris

Keris diperkirakan telah digunakan di Indonesia khususnya oleh masyarakat Jawa sekitar abad ke-9 Masehi. Hal yang membuktikannya adalah salah satu panel relief Candi Borobudur dari abad ke-9 memperlihatkan seseorang memegang benda yang menyerupai keris, akan tetapi belum memiliki derajat kecondongan dan hulu/deder nya masih menyatu dengan bilah senjata.Keris juga diduga merupakan senjata tajam peninggalan Kebudayaan Dongson (Vietnam) dan Tiongkok Kuno. Keris diduga masuk dari tiongkok melalui dongson kemudian memasuki nusantara. Dugaan tersebut dimungkinkan karena adanya kemiripan bentuk antara keris dengan senjata yang berasal dari dua kebudayaan tersebut.  Di masa itu keris dianggap benda yang suci, karena itu penggunaan keris tidak hanya digunakan dalam peperangan atau sebagai senjata saja tapi juga sebagai pelengkap sesaji. Sejak saa itu,keris menjadi salah satu benda yang dipercaya memilki kekuatan spiritual sehingga harus dilakukan ritual penghormatan. 

NEW FGM COLLECTION
Penghormatan terhadap benda-benda garapan logam diduga merupakan pengaruh dari kebudayaan India (Siwaisme). Hal ini dikuatkan oleh penemuan dari Prasasti Dakuwu dari abad ke-6 yang menunjukkan ikonografi India yang menampilkan wesi aji seperti trisula, kudhi, arit, dan keris sombro.

Dalam perkembangannya, penemuan Prasasti Karangtengah dari tahun 824 Masehi menyebutkan istilah keris dalam suatu daftar peralatan sedangkan Prasasti Poh  di 904 M menyebut keris sebagai bagian dari sesaji dalam ritual persembahan. Akan tetapi, keterangan tersebut belum bisa dipastikan bahwa keris yang dimaksud dalam kedua prasasti tersebut adalah keris yang dikenal sekarang. Dalam pengetahuan perkerisan jawa (padhuwungan) keris padamasa para kediri-singasari merupakan keris budha atau keris sombro.

Para ilmuwan mempercayai bahwa keris budah adalah bentuk awal keris sebelum keris menemukan bentuk keris yang lebih khas. Bentuk keris pada masa itu mirip dengan belati gaya india. Berdasarkan catatan Ma Huan dari tahun 1416 yang merupakan angggota ekspedisi ceng ho menyebutkan “Orang-orang ini [Majapahit] selalu mengenakan pu-la-t ou (belati? atau beladau?)yang diselipkan pada ikat pinggang. [...], yang terbuat dari baja, dengan pola yang rumit dan bergaris-garis halus pada daunnya; hulunya terbuat dari emas, cula, atau gading yang diukir berbentuk manusia atau wajah raksasa dengan garapan yang sangat halus dan rajin.” Hal ini mengindikasikan bahwa keris merupakan senjata yang selalu dipakai oleh masyarakat saat itu untuk melindungi diri. Seiring dengan perkembangannya, pada abad ke 14 keris memperoleh bentuknya yang lebih khas atau lebih pribumi.

NEW FGM COLLECTION

Filosofi Keris

Keris adalah benda pusaka yang diakui keagungannya oleh bangsa Melayu terutama bangsa Indonesia. Keris berkembang dari waktu ke waktu, bertahan dan dipercaya oleh masyarakat. Tentu saja hal ini bukan sebuah pepesan kosong atau mitos semata. Para empu pembuat keris di zaman dahulu sangat memperhatikan ditail pembuatan keris dari bentuk,model, ukiran hingga ke hal-hal kecil seperti hiasan. Setiap ditail pada keris memilki makna masing-masing sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan oleh empu pembuat keris. Seorang empu menciptakan keris dengan ketekunan,kesungguhan dan cipta rasa yang tinggi. Keris diciptakan untuk menumbuhkan wibawa dan rasa percaya diri bukan untuk membunuh.

Bagi orang Jawa hidup itu penuh dengan perlambang yang harus dicari maknanya. Keris juga merupakan sebuah lambang yang menuntun manusia hidup di jalan yang benar. Pemahamn dangkal terhadap keris hanya akan memposisikan keris sebagai benda pusaka yang memilki kekuatan magis dan mampu meningkatkan harkat derajat manusia. Padahal, keris membawa pesan moral yang amat mulya, bersatunya senjata dengan cangkang keris bermakna hubungan akrab untuk menciptakan hidup yang harmonis dimana terjadi persatuan antar raja dan abdinya, rakyat dan pemimpinnya, insan kamil dan Tuhannya.



NEWS KOLEKSI BATU PERMATA (FORUM GALERI MOJOPAHIT)

CINCIN BATU MATA KUCING ORIGINAL
BATU JENIS MATA KUCING ORIGINAL





BATU YAKUT ORIGINAL
BATU JUNJUNG DERAJAT & BATU MIRIP KOL / KEONG
ORIGINAL


"NEWS" BATU GIOK  ORIGINAL KUNO

BATU MATA KUCING ORIGINAL
























Batu Giok Simbol Dewa Perang (Dinasti Ming)












































Batu Giok Simbol YIN - YAN (Dinasti Yin)
YIN - YANG
 MACAM -2 BATU ( ORIGINAL )
BATU PERMATA BERGAMBAR KERIS

Mata kucing/cat’s eye,(Galeri Mojopahit Colletion)
Mata kucing/cat’s eye,(Galeri Mojopahit Colletion)


BATU ANTIK BERLOBANG