Selasa, 25 Maret 2014

MANTAN PRESIDEN SOEHARTO (ALM) PERNAH MENGADAKAN SAYEMBARA MENCARI BATU MATA KUCING PUTRI ONG TIEN DARI CINA


Mata kucing / cat’s eye, tergolong batu peringkat ketiga dibawah zambrut Colombia dan berlian, namun dalam pengembangan di pasar International, batu mata kucing cellone, menduduki peringkat pertama dalam bursa penjualan batu mulai terlaris. Asal-usul batu mata kucing terjadi atas pembekuan zat asam yang terlahir dari sifat air dan mengandung sulfur perekat tertinggi selama ribuan tahun lamanya. Batu ini disebut juga ametis cristal terkuat yang mengandung 8 mohs kadar kekerasan batu dengan bentuk urat air mengalir.
Dalam peradaban manusia dimasa keemasan zaman Purwarica Bata Wening, batu mata kucing sangat didewakan sebagai lambang dari keasrian alam, sedangkan di zaman raja agung Zulkarnaen (Zaman setelah Nabiyullah Nuh AS) batu ini telah menduduki tahta tertinggi dengan ditempatkannya pada kursi kebesaran sang kaisar dan mahkota para raja kala itu.

Namun pada masa Nabiyullah Sulaiman AS, batu mata kucing mulai raib keberadaannya dan digantikan dengan batu termulia saat ini yaitu, merah delima brai, dan baru dimasa kejayaan WaliSongo, kisah batu mata kucing mulai terangkat kembali lewat wasilah seorang putri raja Tarta, Ong Tien, yang datang ke pulau Jawa.


TERKENALNYA BATU MATA KUCING DI INDONESIA
 
Sekitar tahun 1400M, seorang putri cantik anak dari raja Tartar, yang bernama Ong Tien, dengan dikawal 40 perahu besar penuh dengan pernak pernik perhiasan, guci, piring, giok serta ratusan batu permata yang dibawanya dari Negara asalnya China, kini sedang menuju pelabuhan Cirebon. Sang putri ternyata sedang mabuk terhadap Syarif Hidayatullah, pemuda tampan yang pernah datang ke istana ayahandanya. Konon sebelum semua ini terjadi, Syarif Hidayatullah, yang kala itu merasa hatinya gundah gulana dan sulit untuk memejamkan matanya, akhirnya bisa tertidur pulas disalah satu perahu jukung milik nelayan yang sengaja ditambatkan dipinggiran pesisir laut Cirebon. Dengan kekuasaan-Nya, disaat Syarif Hidayatullah, tertidur lelap, Allah SWT, menghempaskan perahu tadi hingga jauh sampai ke negeri China. Kedatangan Syarif Hidayatullah, ke Negara China, ternyata tidak disukai oleh raja Tartar, pasalnya Syarif Hidayatullah, secara pribadi mengundang banyak kecintaan rakyat Tartar, atas kelembutan dan tutur bahasanya yang sangat sopan. 


Takut dirinya tersaing sebagai seorang raja, maka dipanggilah Syarif Hidayatullah, keistana raja. Dengan mengedepankan sifat kekuasaan, sang raja Tartar, mulai menyiasati Syarif Hidayatullah, yang kala itu dianggapnya punya kelebihan diatas manusia pada umumnya dengan cara, putrinya Ong Tien, dihiasi memakai bokor tembaga hingga menyerupai perempuan sedang bunting 8 bulanan. "Kisanak… sebelum aku memberikan pernyataan, coba kau lihat apakah putriku ini hamil atau tidak" terang sang raja. "Wahai raja Tartar, atas ijin Allah, tidak ada seorang wanita yang sudah bunting seperti putri anda dinyatakan tidak hamil" Atas jawaban ini raja pun tertawa terbahak-bahak, merasa dirinya menang dari jawaban Syarif Hidayatullah barusan. Lalu beliaupun melucuti ikat pinggang putrinya untuk memperlihatkan bahwa putrinya ini tidak hamil melainkan hanya sebuah bokor yang dipasang.

Namun apa yang dilihat raja saat itu membuat beliau marah besar, ternyata bokor yang dipasang pada perut putrinya lenyap dan berganti dengan hamil sungguhan "Sungguh kejam sihirmu wahai sang penenun jahat" lalu dengan lupan amarahnya Syarif Hidayatullah, akhirnya diusir dari negaranya. Dengan kejadian ini sang putripun merasa malu dan terus menangis tiada henti, disisi lain, setelah melihat pemuda tadi yang tak lain adalah Syarif Hidayatullah, sang putri langsung jatuh hati. Kesedihan sang putri membuat sang ayahanda tak tega melihatnya, maka diutusnya 400 pasukan untuk mengantarkan sang putri menemui Syarif Hidayatullah di tanah Pasundan. 


Ranjang Giok Putri Ong Tien
Sesampainya di perbatasan pesisir Cirebon, putri Ong Tien, yang hatinya telah diliputi perasaan cinta langsung berlari kegirangan dan tanpa di sadari olehnya, kalung yang dipakainya tersangkut dahan hingga terjatuh diantara timbunan pasir laut dan kisah ini terjadi tepatnya di daerah pesisir Pasir Ipis, daerah Ciledug. Dalam sejarah keWalian, kalung yang dipakai putri Ong Tien, adalah berbentuk rantai tipis yang terbuat dari emas putih dengan dihiasi berlian ungu dan ditengahnya terdapat batu mulia besar yang sangat indah dipandang mata yaitu, batu mata kucing hijau dengan serabut urat air yang sangat lembut. 
BUDAYA CINA DIBAWA PUTRI ONG TIEN

Singkat cerita, Putri Ong Tien adalah Putri Kaisar Hong Gie dari masa Dinasti Ming. Sunan Gunung Jati akhirnya menikah dengan Putri Ong Tien. Dalam salah satu cerita dalam Babad Tanah Jawa, pernikahan Sunan Gunung Jati dan Putri Ong Tien berlangsung pada tahun 1481. Namun sayang, usia Putri Ong Tien tidak panjang karena pada tahun 1485 dia meninggal dan dimakamkan di Cirebon.

MAKAM PUTRI ONG TIEN DI CIREBON

Keberadaan Putri Ong Tien ini bisa dibuktikan dengan adanya makam bergaya China yang ada di dekat makam Sunan Gunung Jati di Cirebon.

SAYEMBARA MUSTIKA BATU MATA KUCING PUTRI ONG TIEN

Lewat sejarah jatuhnya kalung putri Ong Tien, Ir. Kosasih, selaku putra mahkota Kanoman, yang kini menempati rumah sederhana di daerah karang Asem Sindang Laut Cirebon, beliau pernah menuliskan dalam bukunya yang berjudul "Keindahan Cat’s eye Cellone" Disitu dijelaskan secara rinci bahwa "Sesungguhnya batu yang paling indah di dunia saat ini adalah batu mata kucing yang pernah dipakai oleh putri asal China, yang dimaksud dalam tulisan ini adalah putri Ong Tien".  "Batu kemilau dengan struktur seberat 39 crat, berwarna hijau crystal dan bercahaya emas memanjang menjadikan batu ini terindah di dunia"

Pada tahun 1970 an, atas prakasa Ir. Kosasih sendiri beliau mengumpulkan para Ahli Hikmah, "Barang siapa yang bisa menemukan batu mata kucing hijau seberat 39 crat, baik dengan jalan rill maupun secara bathin, maka kami hadiahkan seluruh uangku yang ada" Saat Misteri menanyakan langsung pada sumbernya (Ir. Kosasih) tentang perjalanan para Jawara ahlul bathin di tahun 1970 an, beliau hanya menggeleng sedih pertanda batu mata kucing yang pernah di pakai oleh putri Ong Tien, belum bisa ditemukan. Bahkan beliau berucap "Bila saat ini ada yang mampu menemukannya saya berani bayar 21 Milliar" Wow… sungguh fantastic harga yang diberikan untuk sebuah batu sejarah.

Kisah perburuan batu mata kucing ini masih berlanjut, dan pada tahun 1997 sampai 1999, atas prakarsa
Ir. Sujatmiko, seorang arkeologi ternama asal kota Bandung, yang dibayar langsung oleh (Alm) HM.Soeharto, mantan presiden RI-2, menjadikan tempat Pasir Ipis, yang kini sudah menjadi bukit dan hutan sangat rame oleh para jawara ahli bathin yang ingin mengadu nasib. Kalau itu Misteri sendiri ikut andil dalam perburuan batu berkelas millyaran rupiah selama kurang lebih 2 bulanan. Kisah raibnya batu mulia mata kucing Cellone kepunyaan putri Ong Tien, selama enam abad silam, membuat batu ini sangat mashur di seluruh belahan Nusantara, namun dalam kenyataannya, belum ada satupun yang memiliki batu mata kucing berwarna hijau crystal seberat 39 crat, paling yang ada saat ini hanya seberat 5 sampai 8 crat, itupun masih dalam tarap Cellone madu dan belum crystal sekali.

Mata kucing/cat’s eye, (Galeri Mojopahit Colletion)
PERBURUAN BATU MATA KUCING DI HUTAN PASIR IPIS

Siapapun tentu akan kepincuu dengan iming-iming puluhan milyar rupiah hanya sekedar mencari satu batu bersejarah, kisah ini Misteri alami sendiri yang ternyata hampir seluruh ahli bathin Cirebon, kala itu turun semua dengan segala peralatan mistik yang dibawanya. Aroma wewangian kian santar menusuk hidung tatkala Misteri baru sampai ditempat yang dituju, hampir disetiap sudut hutan dan bebukitan Pasir Ipis, telah ditempati beragam manusia dengan pola dan tingkah laku yang berbeda satu dengan yang lainnya. Ada yang seperti orang bertapa, berteriak memanggil penunggu bangsa gaibiyah setempat, menggerakkan tubuh dan tangannya seperti orang sedang kesurupan, berdzikir secara tartil, munajat dengan membisu dan masih banyak tingkah laku aneh lainnya. Dengan dibantu dua orang teman, Misteri langsung mencari tempat yang dianggap sepi dari keramaian orang-orang yang sama satu tujuan dalam mencari dimana keberadaan mustika mata kucing penuh sejarah itu berada. 


Mata kucing/cat’s eye,(Galeri Mojopahit Colletion)
Lewat tengah malam, Misteri mulai menggelar ritual dengan sarana minyak ja’faron jarum satu dan buhur Sulaiman Al Yamani code 220, cara seperti ini Misteri lakukan hampir selama satu bulan penuh, namun apa yang diharapkan selama ini tidak tampak wujudnya sama sekali. Seolah-olah mustika mata kucing tidak berada ditempat tersebut dan yang ada hanyalah mustika lain yang tak berguna datang silih berganti minta diambil kewujud nyata. Dalam kebingunganku saat itu ternyata apa yang kuharapkan selama satu bulan ini mulai membawa titik terang, pasalnya pada malam selasa legi seberkas sinar terang benderang mulai memancarkan cahayanya diatas pohon beringin besar dan ternyata kejadian ini dilihat juga oleh seluruh ahli bathin yang ada ditempat tersebut. "Nasib…nasib.." gerutu bathinku mulai cemburu dengan keadaan yang tidak sebanding ini. Bagaimana tidak, peralatan mereka lebih canggih dibanding dengan sarana yang kubawa saat itu.

Mereka telah membawa secara sempurna peralatan mistiknya berupa minyak "Dayang kerthon sumbi, suwuk madat cincin tiga, rante babi, minyak kautsar, zaitun madat india, sereh lanang, daun sirih hitam, Bambu Pethuk, buhur jaljalut akasah dan lainnya". Namun bagaimanapun juga ambisi untuk tetap bertahan hingga mencapai finis masih tetap kupelihara hingga salah satu dari yang hadir memenangkannya. Dengan kepandaian masing-masing akhirnya cahaya tadi secepat kilat menyambar kesana kemari membuat ahli bathin yang hadir harap-harap cemas. Yah, sebuah cahaya yang sangat indah sekali dengan kecepatan yang sulit dikejar, dan beberapa kali cahaya tadi menempel dari satu pohon ke pohon lainnya, namun lagi-lagi cahaya itu sulit ditangkap sehingga banyak dari para ahli bathin kala itu jauh tersungkur akibat tersandung akar pohon.

Perjalanan mencari batu bertahap milyaran rupiah ini akhirnya dihentikan karena ketidakmampuan dalam menaklukkan mustika yang telah dijaga Nur Waliyullah, bahkan secara seksama hampir 90% para ahli bathin kala itu mengundurkan diri karena adanya hawatif yang sama, bahwa : "Mustika mata kucing cellone kepunyaan putri Ong Tien, akan terus mendampingi tuannya hingga sampai alam surga dimana beliau tetap bersanding dengan Waliyullah Kamil Sunan Gunung Jati" Sebab secara hakikiyah telah di "Nas" dalam Al-Qur’an disurat Arrohman."Salah satu batu yang menempati alam surga adalah Lu’lu Yakut dan Marzan" Sedangkan mata kucing kepunyaan putri Ong Tien, adalah salah satu dari sekian milyar batu yang sangat langka dipasaran dan sudah termasuk "Green daimond" atau yang disebut dengan berlian Lu’lu" (Berlian berwarna hijau muda crystal).

Dalam kisah ini bisa dipetik hikmahnya, bahwa segala sesuatu yang kita inginkan tidak semuanya menunai keberhasilan, sesungguhnya ini semua adalah wujud dari kasih sayang Allah SWT, yang mengingatkan pada kita semua bahwa, jangan saling menyalahkan pendapat atau pemberian maupun wujud dari suatu ilmu orang lain, tapi teruslah belajar untuk bisa intropeksi diri dalam segala makna kesalahan, sebab hal semacam ini lebih mulia dari pada sifat pemimpin yang mengedepankan dirinya sendiri dalam pandangan hubbud dunia (Selalu mengejar materi).

Sumber : Idris Nawawi

Selasa, 18 Maret 2014

MISTERI PENEMUAN SITUS GUNUNG PADANG DIPERKIRAKAN UMURNYA JAUH LEBIH TUA DARI PIRAMIDA GIZA DI MESIR

Situs Gunungpadang merupakan situs prasejarah peninggalan kebudayaan Megalitikum di Jawa Barat. Tepatnya berada di perbatasan Dusun Gunungpadang dan Panggulan, Desa Karyamukti, Kecamatan Campaka, Kabupaten Cianjur.Lokasi dapat dicapai 20 kilometer dari persimpangan kota kecamatan WarungKondang, dijalan antara Kota Kabupaten Cianjur dan Sukabumi. Luas kompleks "bangunan" kurang lebih 900 m², terletak pada ketinggian 885 m dpl, dan areal situs ini sekitar 3 ha, menjadikannya sebagai kompleks punden berundak terbesar di Asia Tenggara.

PENEMUAN
Laporan pertama mengenai keberadaan situs ini dimuat pada Rapporten van de Oudheidkundige Dienst (ROD, "Buletin Dinas Kepurbakalaan") tahun 1914. Sejarawan Belanda, N. J. Krom juga telah menyinggungnya pada tahun 1949. Setelah sempat "terlupakan", pada tahun 1979 tiga penduduk setempat, Endi, Soma, dan Abidin, melaporkan kepada Edi, Penilik Kebudayaan Kecamatan Campaka, mengenai keberadaan tumpukan batu-batu persegi besar dengan berbagai ukuran yang tersusun dalam suatu tempat berundak yang mengarah ke Gunung Gede[1]. Selanjutnya, bersama-sama dengan Kepala Seksi Kebudayaan Departemen Pendidikan Kebudayaan Kabupaten Cianjur, R. Adang Suwanda, ia mengadakan pengecekan. Tindak lanjutnya adalah kajian arkeologi, sejarah, dan geologi yang dilakukan Puslit Arkenas pada tahun 1979 terhadap situs ini. LOKASI Lokasi situs berbukit-bukit curam dan sulit dijangkau. Kompleksnya memanjang, menutupi permukaan sebuah bukit yang dibatasi oleh jejeran batu andesit besar berbentuk persegi. Situs itu dikelilingi oleh lembah-lembah yang sangat dalam[1]. Tempat ini sebelumnya memang telah dikeramatkan oleh warga setempat.[2] Penduduk menganggapnya sebagai tempat Prabu Siliwangi, raja Sunda, berusaha membangun istana dalam semalam. FUNGSI Fungsi situs Gunungpadang diperkirakan adalah tempat pemujaan bagi masyarakat yang bermukim di sana pada sekitar 2000 tahun S.M.[2] Hasil penelitian Rolan Mauludy dan Hokky Situngkir menunjukkan kemungkinan adanya pelibatan musik dari beberapa batu megalit yang ada[3]. Selain Gunungpadang, terdapat beberapa tapak lain di Cianjur yang merupakan peninggalan periode megalitikum.

PENELITIAN

Sejak Maret 2011 Tim peneliti Katastrofi Purba yang dibentuk kantor Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, dalam survei untuk melihat aktifitas sesar aktif Cimandiri yang melintas dari Pelabuhan Ratu sampai Padalarang melewati Gunung Padang. Ketika tim melakukan survei bawah permukaan Gunung Padang diketahui tidak ada intrusi magma. Kemudian tim peneliti melakukan survei bawah permukaa Gunung Padang secara lebih lengkap dengan metodologi geofisika, yakni geolistrik, georadar, dan geomagnet di kawasan Situs tersebut. Hasilnya, semakin meyakinkan bahwa Gunung Padang sebuah bukit yang dibuat atau dibentuk oleh manusia (man-made). Pada November 2011, tim yang dipimpin oleh Dr. Danny Hilman Natawidjaja,[4] terdiri dari pakar kebumian ini semakin meyakini bahwa Gunung Padang dibuat oleh manusia masa lampau yang pernah hidup di wilayah itu.

SURVEI PEMERINTAH INDONESIA
Hasil survei dan penelitian kemudian dipresentasikan pada berbagai pertemuan ilmiah baik di tingkat nasional maupun internasional, bahkan mendapat apresiasi dari Prof. Dr. Oppenheimer. Kemudian tim katastrofi purba menginisiasi pembentukan tim peneliti yang difokuskan untuk melakukan studi lanjutan di Gunung Padang[5], dimana para anggota peneliti diperluas dan melibatkan berbagai bidang disiplin ilmu dan berbagai keahlian. Sebut saja Dr. Ali Akbar seorang peneliti prasejarah dari Universitas Indonesia, yang memimpin penelitian bidang arkeologi. Kemudian Pon Purajatnika, M.Sc., memimpin penelitian bidang arsitektur dan kewilayahan, Dr. Budianto Ontowirjo memimpin penelitian sipil struktur, dan Dr. Andang Bachtiar seorang pakar paleosedimentologi, memimpin penelitian pada lapisan-lapisan sedimen di Gunung Padang. Seluruh tim peneliti itu tergabung dalam Tim Terpadu Penelitian Mandiri Gunung Padang yang difasilitasi kantor Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana. Menariknya seluruh pembiayaan penelitian dilakukan secara swadaya para anggota peneliti.[6] Berbagai temuan tim terpadu penelitian mandiri Gunung Padang ini akhirnya dilakukan uji radiometrik karbon (carbon dating, C14). Menariknya hasil uji karbon pada laboratorium Beta Miami, di Florida AS, menera bahwa karbon yang didapat dari pengeboran pada kedalaman 5 meter sampai dengan 12 meter berusia 14.500-25.000 tahun. Hasil laporan selengkapnya sebagai-berikut: Bangunan di bawah permukaan situs Gunung Padang terbukti secara ilmiah lebih tua dari Piramida Giza.[7] Hal ini merujuk pada hasil pengujian karbon dating Laboratorium Batan (indonesia) dengan metoda LSC C14 dari material paleosoil di kedalaman -4m pada lokasi bor coring 1, usia material paleosoil adalah 5500 +130 tahun BP yang lalu. Sedangkan pengujian material pasir di kedalaman -8 s.d. -10 m pada lokasi coring bor 2 adalah 11000 + 150 tahun. Bangunan di bawah permukaan situs Gunung Padang terbukti secara ilmiah lebih tua dari Piramida Giza.[7] Hal ini merujuk pada hasil pengujian karbon dating Laboratorium Batan (indonesia) dengan metoda LSC C14 dari material paleosoil di kedalaman -4m pada lokasi bor coring 1, usia material paleosoil adalah 5500 +130 tahun BP yang lalu. Sedangkan pengujian material pasir di kedalaman -8 s.d. -10 m pada lokasi coring bor 2 adalah 11000 + 150 tahun.

HASIL LABORATORIUM BETA ANALYTIC MIAMI

Hasil mengejutkan dan konsisten dikeluarkan oleh laboratorium Beta Analytic Miami, Florida,minggu lalu tambahnya dimana umur dari lapisan dari kedalaman sekitar 5 meter sampai 12 meter bada bor 2 umurnya sekitar 14500 – 23000 SM/atau lebih tua. Sementara beberapa sample konsisten dengan apa yg di lakukan di Lab BATAN. Kita tahu laboratorium di Miami Florida ini bertaraf internasional yang kerap menjadi rujukan berbagai riset dunia terutama terkait carbon dating.[8] Kedua laboratorium ini menjawab keraguan banyak pihak atas uji sampel di laboratorium BATAN. Sebelumnya,tim riset terpadu mandiri telah melakukan uji terkait usia Gunung Padang di laboratorium BATAN, namun tidak banyak respon positif, bahkan meragukannya. Padahal hasil yang diperoleh oleh kedua laboratorium itu tidak banyak berbeda, Sudah saatnya kita percaya terhadap kemampuan dan kualitas para ilmuwan serta laboratorium nasional seperti BATAN, berikut hasil uji di kedua laboratorium tersebut: 1. Umur dari lapisan tanah di dekat permukaan (60 cm di bawah permukaan) ,sekitar 600 tahun SM (hasil carbon dating dari sampel yg diperoleh Arkeolog, Dr. Ali Akbar,anggota tim riset terpadu di Laboratorium Badan Atom Nasional (BATAN); 2. Umur dari lapisan pasir-kerikil pada kedalaman sekitar 3-4 meter di Bor-1 yang melandasi Situs Gunung Padang di atasnya (sehingga bisa dianggap umur ketika Situs Gunung Padang di lapisan atas dibuat) sekitar 4700 tahun SM atau lebih tua (diambil dari hasil analisis BATAN; 3. Umur lapisan tanah urug di kedalaman 4 meter diduga man made stuctures (struktur yang dibuat oleh manusia)dengan ruang yang diisi pasir (di kedalaman 8-10 meter) di bawah Teras 5 pada Bor-2,sekitar 7600-7800 SM (Laboratorium BETA Miami, Florida)[9]; 4. Umur dari pasir yang mengisi rongga di kedalaman 8-10 meter di Bor-2, sekitar 11.600-an tahun SM atau lebih tua (Lab Batan); 5. Umur dari lapisan dari kedalaman sekitar 5 meter sampai 12 meter,sekitar 14500 – 25000 SM/atau lebih tua (lab BETA Miami Florida). Sebelumnya tim riset katastropik purba dan dilanjutkan tim terpadu penelitian mandiri Gunung Padang menemukan beberapa hal penting:

PENELITIAN LEBIH LANJUT
Pembukaan semak-semak pada sisi Tenggara teras 5 ke arah bawah menemukan 20 tingkat terasering punden berundak disusun oleh masyarakat yang berbudaya gotong royong mempunyai kemampuan teknologi yang maju. Terasering punden berundak ini mematahkan hipotesis penelitian sebelumnya bahwa situs gunung Padang hanya terdiri dari 5 teras pada area seluas 900 m2. Dengan dibukanya 20 tingkat terasering menunjukan bahwa situs gunung Padang sangat besar. Diperkirakan zona inti utama situs gunung Padang lebih besar dari 25 hektar.[10][11] Pembukaan semak-semak dan hasil pemindaian bumi dengan Georadar pada sisi Timur teras 2 ke arah bawah menemukan bentuk struktur pintu gerbang buatan manusia. Hasil pengambilan sampel dengan bor coring 1, memastikan struktur buatan manusia sampai dengan kedalaman -27m dari permukaan teras 3. Hasil pengambilan sampel dengan bor coring 2, menemukan struktur rongga2 besar buatan manusia yang berisi pasir dengan butiran yang sangat seragam. Sedangkan, hasil pengukuran dengan geomagnetik menemukan anomali medan magnetik yang besar pada teras 2. Adanya tanda-tanda berbentuk gambar atau cekungan buatan manusia pada setiap batu yang berada di teras 1 s.d. 5. Penelitian mengenai makna bentuk gambar dan aksara yang terbentuk pada batu breksi andesit merupakan hal terbaru.[12] Selain riset dan survei, kajian pustaka terus dilakukan. Naskah Bujangga Manik dari abad ke-16 menyebutkan suatu tempat "kabuyutan" (tempat leluhur yang dihormati oleh orang Sunda) di hulu Ci Sokan, sungai yang diketahui berhulu di sekitar tempat situs ini[13]. Menurut legenda, Situs Gunung Padang merupakan tempat pertemuan berkala (kemungkinan tahunan) semua ketua adat dari masyarakat Sunda Kuna. Saat ini situs ini juga masih dipakai oleh kelompok penganut agama asli Sunda untuk melakukan pemujaan. Penelitian mengenai keberadaan bangunan di bawah permukaan Gunung Padang telah dilakukan oleh beberapa tim ahli. Tim dari Badan Geologi ESDM, Kemenristek, dan Tim Arkeologi Nasional sudah menyimpulkan bahwa tidak ada bangunan di bawah permukaan gunung padang. Adapun luasan gunung padang adalah 900 meter persegi seperti sejak ditemukan NJ Krom. Ini kesimpulan akhir yang secara resmi hasil risetnya ada tertulis. Tim keempat, Tim terpadu Riset mandiri berkesimpulan berbeda dan sudah menemukan bukti kuat sebagai fakta awal bahwa ada bangunan di bawah permukaan gunung Padang, dan luasannya jauh lebih besar dari yang ada sekarang seperti yang disimpulkan ketiga tim lainnya. Dengan prinsip menghargai perbedaan dan menjaga etika riset, maka menjadi kewajiban tim terpadu untuk membuktikan lebih lanjut keseluruhan hipotesanya. Jika dilihat dari atas, gunung padang terlihat sangat persis bentuknya dengan piramida yang ada di mesir. Umurnya diperkirakan jauh lebih tua dari pada piramida mesir sekitar 10.000 tahun sebelum masehi. Karena sesungguhnya gunung padang bukanlah gunung melainkan bangunan berbentuk mirip dengan piramida yang telah terkena timbunan debu vulkanik sehingga terlihat seperti gunung yang sudah ditumbuhi pepohonan. Didalam gunung padang dipercaya memiliki ruang didalamnya yang kini telah tertimbun tanah. Dalam situs gunung padang ditemukan alat musik yang berupa batu persegi panjang yang bergelombang pada bagian atasnya, jika setiap gelombang dipukul, maka akan mengeluarkan bunyi yang berbeda antar gelombang satu dengan yang lain.

KONTROVERSI
Ada beberapa orang yang percaya kalau situs gunung padang memiliki keterkaitan dengan situs piramida yang ada di mesir, dikarenakan bentuknya yang mirip dengan ruang didalamnya dan karena umurnya yang jauh lebih tua dibandingkan piramida yang ada di mesir. Saaat ini situs padang masih berada dalam masa pengkajian lebih lanjut. Menelusuri misteri situs Gunung Padang. Usia "piramida" Gunung Padang diperkirakan 4.700-10.900 tahun sebelum Masehi—bandingkan dengan piramida Giza di Mesir, yang hanya 2.500 SM. Namun pembuktian belum maksimal, dan ini menyebabkan pakar geologi masih ragu terhadap "piramida" itu. Terlalu dini untuk diumumkan. Oleh karena itu Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang melanjutkan penelitiannya pada 2013 ini.[14] Hingga saat ini Gunung Padang sudah menjadi buah bibir setelah Tim Katastrofi Purba meneliti patahan gempa Sesar Cimandiri, sekitar empat kilometer ke arah utara dari situs tersebut. Kontroversi merebak setelah Andi Arief merilis ada sejenis piramida di bawah Gunung Padang pada awal tahun lalu. Dia menyebutkan situs tersebut memiliki ruang dan seperti buatan manusia. Kecurigaannya berawal dari bentuk Gunung Padang yang hampir segitiga sama kaki jika dilihat dari utara. Sebelumnya, Tim juga menemukan bentuk serupa di Gunung Sadahurip di Garut dan Bukit Dago Pakar di Bandung saat meneliti Sesar Lembang. Andi Arief dan timnya direncanakan terus melakukan penelitian dan survei untuk mengetahui lebih jauh bawah permukaan Gunung Padang dengan berbagai metodologi, baik geofisika, arkeologi, paleosedimentasi, arsitektur dan kawasan, dan lain-lain hingga Maret 2014. Namun, untuk penggalian tidak dilakukan karena memerlukan biaya yang besar.

Menjelang akhir tahun 2012, para peneliti Tim Terpadu Riset Mandiri Gunung Padang mengadakan pertemuan untuk mengevaluasi hasil riset dan survei pada 2012 dan merencanakan riset lanjutan di Gunung Padang.[15] Pertemuan yang diselenggarakan di Kantor Staf Khusus Presiden pada 18 Desember 2012 itu, menghasilkan pandangan-pandangan baru dari para ahli yang tergabung dalam Tim Terpadu Riset Mandiri memaparkan dan mendiskusikan temuan-temuan riset dan langkah-langkah ke depan. Tim Geologi memandang bahwa survei dan kajian yang dilakukan sudah mencapai 99% telah mendapatkan data lengkap baik data hasil survei geolistrik, georadar, maupun geomagnetik, serta dan alat bantu geofisika lainnya. Selain tentunya citra satelit, foto IFSAR, kontur dan peta model dijital elevasi (DEM). Dari berbagai data yang dihasilkan itu, ditambah dengan pembuktian paleosedimentasi di beberapa titik bor sampling, serta analisa petrografi, secara saintifik bisa disimpulkan bahwa memang ada man-made structure di bawah permukaan situs Gunung Padang. Bangunan di bawah permukaan ini juga dipastikan memiliki chamber dan bentuk-bentuk struktur lain (dugaan goa atau lorong), serta kecenderungan adanya anomali magnetik di berbagai lintasan alat geofisika. Temuan ini makin diperkuat dengan temuan Tim arkeologi yang berhasil menemukan artefak-artefak di barat dan timur bangunan Gunung Padang juga tersingkap, terutama di luar situs definitif saat ini. Bahkan temuan awal artefak berupa batu melengkung di sisi timur situs, menunjukkan dugaan kuat sebagai “pintu masuk” ke dalam bangunan bawah permukaan Gunung Padang. Temuan arkeologi ini, merupakan temuan terbaru sejak situs ini pertama kali ditemukan. Di samping itu, Tim sipil dan arsitek sudah sampai tahap maju, selain memaparkan berbagai jenis potongan batu (yang menunjukkan campur tangan manusia dan teknologi masa itu), juga memaparkan luasan situs yang jauh lebih besar dari yang ada sekarang. Tim ini sudah menemukan struktur yang hampir mirip dengan temuan di Sumba Nusa Tenggara Barat. Dalam waktu dekat struktur imaginer yang lebih detail akan dibuat berdasarkan perbandingan yang ada. Sementara Tim astronomi akan menyelesaikan temuan timeline tahun pembuatan yang bisa secara saintifik dilakukan di luar hasil radio-carbon dating yang sudah dilakukan sampai validasi di dua lab yaitu labpratorium Badan Atom Nasional dan laboratorium radio-carbon di Miami Florida, Amerika Serikat. Untuk ke depannya, peneliti akan berkonsentrasi pada lokasi yang berada di luar situs sehingga bentuk dan isi di dalamnya akan terbuka sekaligus.[16]

PENEMUAN MAKAM TUA
Pada awal Januari 2013 Tim Arkeologi yang dikomandoi arkeolog muda Universitas Indonesia, Ali Akbar, kembali merilis temuan 5 makam tua di areal yang kini menjadi objek penelitiannya. Hanya dua dari lima makam di sisi teras kelima areal situs itu yang memiliki artefak. Berdasarkan pengamatan, makam tersebut ada di areal situs megalitik sekitar tahun 1900-an. Dari beberapa makam yang ada, terdapat satu makam yang sedikit memberikan gambaran mengenai keberadaan makam dari sepasang nisan makam tersebut. Bila dilihat dari bentuk makamnya maka makam tersebut adalah milik umat Islam. Satu nisan bertuliskan huruf latin dan satunya lagi bertuliskan huruf Arab. Dengan ditemukannya makam tua tersebut, maka ada masyarakat yang tinggal dan menetap di situ. Kemudian ada jeda sampai NJ Krom menemukan situs tersebut dan melaporkannya ke pemerintah Belanda pada 1914. Pada salah satu nisan tertera tulisan latin yang menerangkan nama jasad yang dimakamkan bernama "Hadi Winata" yang wafat pada tahun 1947. Almarhum tertulis juga wafat pada usia 68 tahun, artinya almarhum lahir pada tahun 1879. Di nisan lainnya, makam yang sama, tertera pula tulisan Arab, di nisan tersebut terbaca 'prabu' serta terdapat tahun hijriyah, 1356 H. Diperkirakan kemungkinan jasad yang dimakamkan itu merupakan golongan bangsawan bila sekilas diamati dari nama latin yang tercantum di nisan dan juga tulisan 'Prabu' di nisan berhuruf Arab. Para peneliti masih terus bekerja untuk bisa menaksir usia makam lainnya yang ada di areal Gunung Padang.

PENELITIAN LANJUTAN
Awal Januari- Maret 2013 Tim Terpadu Riset Mandiri yang dipimpin oleh Dr. Danny Hilman Natawidjaja (ahli kebumian), Dr. Ali Akbar(arkeolog), Dr. Andang Bachtiar (paleosedimentolog) kembali melakukan penelitian dan survei lanjutan, menyatakan bahwa, di bawah permukaan Gunung Padang: Ada struktur geologi tak alamiah, dengan hipotesis Teknologi canggih zaman purba. Untuk membuktikan hal tersebut, dilakukan penggalian arkeologi dan survei geolistrik detil di sekitar penggalian lereng timur bukit, di luar pagar situs cagar budaya. Tim Dr. Ali Akbar menemukan bukti yang mengkonfirmasi hipotesa tim bahwa di bawah tanah Gunung Padang ada struktur bangunan buatan manusia yang terdiri dari susunan batu kolom andesit, sama seperti struktur teras batu yang sudah tersingkap,dan dijadikan situs budaya di atas bukit. Terlihat di kotak gali permukaan fitur, susunan batu kolom andesit ini sudah tertimbun lapisan tanah setebal setengah sampai dua meter yang bercampur bongkahan pecahan batu kolom andesit. Kotak gali arkeologi tim tersebut memperlihatkan permukaan bangunan yang disusun dari batu-batu kolom andesit yang sudah tertutup oleh lapisan tanah dengan bongkah-bongkah pecaan batuan. Batu kolom ini posisinya memanjang sejajar lapisan. Batu-batu kolom andesit disusun dengan posisi mendekati horisontal dengan arah memanjang hampir barat-timur (sekitar 70 derajat dari utara ke timur - N 70 E), sama dengan arah susunan batu kolom di dinding timur-barat teras satu, dan undak lereng terjal yang menghubungkan teras satu dengan teras dua. Dari posisi horisontal batu-batu kolom andesit dan arah lapisannya, dapat disimpulkan dengan pasti, bahwa batu-batu kolom atau “columnar joints” ini bukan dalam kondisi alamiah. Batu-batu kolom hasil pendinginan dan pelapukan batuan lava/intrusi vulkanis di alam maka arah memanjang kolomnya akan tegak lurus terhadap arah lapisan atau aliran seperti ditemukan di banyak tempat di dunia. Kenampakan susunan batu-kolom yang terkuak di kotak gali memang terlihat sangat rapi dan menyerupao kondisi alami. Di akhir 2012 lalu, tim arkeolog lain yang bekerja terpisah dan sudah ikut menggali menyimpulkan batu-batu kolom andesit di bawah tanah Gunung Padang merupakan sumber batuan alamiahnya; mungkin karena mereka belum mempertimbangkan aspek geologinya dengan lengkap, dan juga tidak mengetahui data struktur bawah permukaan seperti diperlihatkan oleh hasil survei geolistrik.

SEMEN PURBA
Di antara batu-batu kolom, ditemukan material pengisi yang disebut sebagai semen purba. Material ini menata dan menyatukan batu kolom yang sudah pecah berkeping-keping.[17] Makin ke bawah kotak gali, semen purba ini terlihat makin banyak, dan merata setebal 2 sentimeteran di antara batu-batu kolom. Selain di kotak gali, semen purba ini juga sudah ditemukan pada tebing undak antara teras satu dan dua, dan juga pada sampel inti bor dari kedalaman 1 sampai 15 meter dari pemboran yang dilakukan oleh tim pada tahun 2012 lalu di atas situs. Ahli geologi tim dan juga pembina pusat Ikatan Ahli Geologi Indonesia pusat, DR. Andang Bachtiar, berdasarkan hasil analisis kimia yang dilakukannya pada sampel semen purba dari undak terjal teras satu ke dua, menemukan fakta bahwa komposisi yang terkandung di dalam semen tersebut sangat kuat sebagai perekat. Material semen ini mempunyai komposisi utama 45% mineral besi dan 41% mineral silika, 14% mineral lempung, dan juga unsur karbon. Barangkali ia menggabungkan konsep membuat resin, atau perekat modern dari bahan baku utama silika, dan penggunaan konsentrasi unsur besi yang menjadi penguat bata merah. Tingginya kandungan silika mengindikasikan semen ini bukan hasil pelapukan dari batuan kolom andesit di sekelilingnya yang miskin silika. Kemudian, kadar besi di alam, bahkan di batuan yang ada di pertambangan mineral bijih sekalipun umumnya tak lebih dari 5% kandungan besinya, sehingga kadar besi “semen Gunung Padang” ini berlipat kali lebih tinggi dari kondisi alamiah. Oleh karena itu dapat disimpulkan material di antara batu-batu kolom andesit ini adalah adonan semen buatan manusia. Artinya, teknologi masa itu kelihatannya sudah mengenal metalurgi. Andang menjelaskan, bahwa satu teknik umum untuk mendapatkan konsentrasi tinggi besi adalah dengan melakukan proses pembakaran dari hancuran bebatuan dengan suhu sangat tinggi. Mirip pembuatan bata merah, yaitu membakar lempung kaolinit dan illit untuk menghasilkan konsentrasi besi tinggi pada bata tersebut.

METALURGI PURBA
Indikasi adanya teknologi metalurgi purba diperkuat lagi oleh temuan segumpal material seperti logam sebesar 10 cm oleh tim Ali Akbar pada kedalaman 1 meter di lereng timur Gunung Padang. Material logam berkarat ini mempunyai permukaan kasar berongga-rongga kecil dipermukaannya. Diduga material ini adalah adonan logam sisa pembakaran (“slug”) yang masih bercampur dengan material karbon yang menjadi bahan pembakarnya, bisa dari kayu, batu bara atau lainnya. Rongga-rongga itu kemungkinan terjadi akibat pelepasan gas CO2 ketika pembakaran. Hasil analisis radiometrik dari kandungan unsur karbonn pada beberapa sampel semen di bor inti dari kedalaman 5 – 15 meter yang dilakukan pada 2012 di laboratorium bergengsi BETALAB, Miami, USA pada pertengahan 2012 menunjukan umur dengan kisaran antara 13.000 sampai 23.000 tahun lalu. Kemudian, hasil carbon dating dari lapisan tanah yang menutupi susunan batu kolom andesit di kedalaman 3-4 meter di Teras 5 menunjukkan umur sekitar 8700 tahun lalu.[18] Sebelumnya hasil carbon dating yang dilakukan di laboratorium BATAN dari pasir dominan kuarsa yang mengisi rongga di antara kolom-kolom andesit di kedalaman 8-10 meter di bawah Teras lima, juga menunjukkan kisaran umur sama yaitu sekitar 13.000 tahun lalu. Fakta itu sangat kontroversial karena pengetahuan yang diyakini peneliti saat ini belum mengenal atau mengakui ada peradaban (tinggi) pada masa purba itu, di manapun di dunia. Penemuan tersebut memunculkan dugaan bahwa di masa prasejarah Indonesia, telah hidup peradaban yang menyerupai kemajuan peradaban Mesir saat pembangunan piramida. Struktur bangunan dari susunan batu-batu kolom berdiameter sampai 50 cm dengan panjang bisa lebih dari 1 meter ini sudah sangat spektakuler karena bagaimanakah masyarakat purbakala dapat menyusun batu-batu besar yang sangat berat ini demikian rapi dan disemen pula oleh adonan material yang istimewa. Selanjutnya survei geolistrik yang dilakukan di sekitar lokasi pengalian oleh tim geologi/geofisika dari LabEarth LIPI, menguak fakta baru mengenai bangunan purba di bawah permukaan ini. Survei terbaru ini adalah survei mendetail sebagai lanjutan dari puluhan lintasan survei geolistrik 2-D, 3-D dan survei georadar yang sudah dilakukan pada tahun 2011, 2012 dan awal 2013 di sekujur badan Gunung Padang, dari kaki sampai puncak bukit. Hasil survei geolistrik memperlihatkan bahwa lapisan susunan batu kolom yang terlihat di kotak gali keberadaannya dapat diikuti terus sampai ke atas bersatu di bawah badan situs Gunung Padang di atas bukit, dan juga melebar sampai jauh ke kaki bukit. Penampang struktur bawah permukaan berdasarkan resistivitas batuan dari lintasan geolistrik melewati kotak gali (testpit) arkeologi. Lapisan bangunan dari susunan kolom andesit terlihat menerus ke bagian bawah dari situs di atas bukit dan juga ke kaki bukit. Di bawahnya terlihat geometri unik yang diduga masih bangunan. Peralatan survey memakai Supersting R8 dan software Earth Imager. Model di atas memakai metoda Average Resistivity. Nilai RMS menunjukkan bahwa hasil simulasi dari model ini mempunyai perbedaan/tingkat kesalahan hanya 4% dibandingkan dengan data hasil survey.



BANTUAN LAVA
Seorang ahli arsitektur Pon Purajatniko, anggota tim terpadu yang juga pernah menjabat Ketua Ikatan Ahli Arsitektur Jawa Barat, menyatakan bahwa struktur teras-teras Gunung Padang mirip situs Machu Picchu di Peru. Sampai saat ini penggalian dilakukan baru sampai kedalaman 4 meteran saja, namun survei geolistrik memperlihatkan di bawahnya masih ada kenampakan struktur bangunan dengan geometri yang terlihat menakjubkan sampai kedalaman lebih dari 10 meter. Hasil survei geolistrik, dan georadar juga sudah dapat memperlihatkan struktur (geologi) bawah permukaan yang membentuk morfologi bukit Gunung Padang adalah lapisan batuan dengan ketebalan 30-50 meter yang mempunyai nilai tahanan listrik (resistivitas) sangat tinggi (ribuan Ohm-Meter) berbentuk seperti lidah dengan posisi hampir horisontal, selaras dengan bukit memanjang utara-selatan, dan miring landai ke arah utara. Jadi selaras juga dengan undak-undak teras yang dibangun di atasnya. Lapisan batu berbentuk seperti lidah ini juga mempunyai bidang miring yang rata ke arah barat dan timur bukit selaras dengan kemiringan lerengnya. Lapisan lava ini berada pada kedalaman lebih dari 10 meter di bawah permukaan. Dari data pemboran yang dilakukan oleh Dr. Andang Bachtiar dan juga analisis mikroskopik batuan dari sampel inti bor yang dilakukan oleh DR. Andri Subandrio, ahli geologi batuan gunung api dari Laboratorium Petrologi ITB, dapat dipastikan tubuh batuan dengan resistivitas tinggi ini adalah batuan lava andesit, sama seperti tipe batu kolom dari situs Gunung Padang. Hal lain cukup menarik dari analisa petrologi adalah temuan banyaknya retakan-retakan mikroskopik pada sayatan tipis batu kolom andesit yang diduga non-alamiah karena retakan itu memotong kristal-kristal mineral penyusunnya. Dari banyak penampang geolistrik, terlihat lidah lava andesit ini mempunyai leher intrusi (sumber terobosan batuan vulkanis dari bawah) berlokasi di area lereng selatan dari situs Gunung Padang. Jadi setelah cairan panas intrusi magma mencapai permukaan kemudian mengalir ke utara, dan setelah mendingin membentuk lidah lava tersebut. Yang masih menjadi pertanyaan adalah adalah apakah tubuh batuan lava di perut Gunung Padang ini adalah sumber dari batu-batu kolom andesit yang dipakai untuk menyusun situs? Kemungkinan hal ini benar karena sampai saat ini tidak ditemukan ada sumber batuan kolom andesit dalam radius beberapa kilometer dari Gunung Padang. Masalahnya tidak ada bekas-bekas penambangan, atau lapisan lava yang tersingkap di area Gunung Padang. Jadi, apabila orang berhipotesa bahwa sumber batuannya dari dalam bukit, maka mau tidak mau harus juga mengasumsikan dulunya lapisan lava itu pernah tersingkap, atau ditambang oleh manusia purba, kemudian baru batu-batu kolom yang sudah diambil lalu disusun-ulang untuk menutupi sekujur badan lava menjadi satu mahakarya monumen arsitektur besar yang luar biasa. Perlu juga dicatat bahwa mengekstraksi batu-batu kolom andesit dari batuan induknya bukanlah hal mudah karena harus dapat memisahkan batu-batu besar dan berat tersebut dengan utuh dari batuan induknya dalam jumlah sangat besar. Hal ini berbeda dengan penambangan batuan biasa yang tidak perlu kuatir dengan batu yang pecah dan dapat dilakukan dengan dengan peledakan dinamit. Pada abad kini atau ratusan tahun sebelumnya, di dunia ini tak pernah ada penambangan batu-batu kolom andesit untuk dipakai sebagai bata bangunan.

PERKEMBANGAN PENELITIAN SITUS GUNUNG PADANG
Tim Terpadu Riset Mandiri masih terus melakukan eskavasi (pemboran) untuk membuktikan keberadaan struktur bangunan dan ruang-ruang di bawah kedalaman 4-5 meter. Sleain itu, perkiraan umur situs juga masih diteliti dengan memeriksa sampel-sampel dari situs ini. Dugaan sementara adalah situs Gunung Padang ini tidak dibangun dalam satu masa, tetapi melibatkan beberapa kebudayaan. Misalnya, yang membuat batu-batu kolom menjadi menhir-menhir, belum tentu sama dengan masyarakat yang membuat susunan batu-batu kolom dengan semen purba. Demikian juga bangunan susunan batu kolom andesit di permukaan, atau yang sudah tertimbun beberapa meter di bawah, belum tentu dibangun satu masa dengan struktur bangunan di bawahnya lagi. Situs ini dapat menjadi bukti peradaban tertua manusia yang tanpa diketahui hilang dari informasi pra-sejarah Indonesia.[19]

Sumber : Wikipedia